Mandi Cahaya Rembulan di Lembah Ollon, Tana Toraja

Catatan Perjalanan ke Lembah Ollon, Tana Toraja

SULAWESI SELATANTRAVELINGTORAJA

Fro Pamungkas

12/8/20235 min read

Banyak hal yang tidak direncanakan dapat terjadi di kehidupan kita, dan tidak sedikit juga yang direncanakan dengan matang namun tidak dapat kita wujudkan. Itulah bahan bakar yang menjadi energi untuk kita untuk selalu berusaha dan terus mencoba.

Perjalanan yang Menantang

Jarak memang tidak terlalu jauh, tidak lebih dari 50 km dari Makale, ibukota Kabutapen Tana Toraja, namun medan yang berliku, menanjak, menurun, dan jalanan yang belum selesai dicor menjadi tantangan tersendiri ketika menuju Lembah Ollon. Bagi yang menggunakan motor trail ataupun mobil 4WD, medan seperti ini mustinya bukan hal yang sulit untuk dilalui, namun tetap harus selalu waspada dan fokus mengingat jalanan berkelok melewati perbukitan. Kalau urusan pemandangan tak usah ditanyakan lagi, hamparan perbukitan, sungai di pinggir jalan, dan jalanan berkelok di seberang bukit menjadi "menu pembuka" yang sempurna sebelum menikmati hidangan utama di ujung jalanan ini. Ya, (literally) ujung jalan. Karena rute jalanan ke Lembah Ollon ini benar-benar menuju ke 1 desa kecil di sebuah lembah yang berbatasan langsung dengan sungai dan dikelilingi perbukitan yang eksotis.

Desa Kecil, dengan Beberapa Rumah, Gereja, Sekolah Dasar, dan Pemakaman

Setiba kami di Desa Ollon, kendaraan kami merapat ke salah satu ujung lapangan desa. Lapangan yang cukup luas, yang dikelilingi rumah-rumah warga yang kebanyakan berupa rumah panggung, yang di bawahnya digunakan sebagai tempat hewan ternak berupa kerbau. Ya, sama halnya dengan wilayah lain di Toraja, kebanyakan hewan ternak warganya berupa kerbau dan babi yang biasa digunakan juga untuk berbagai upacara adat di sana.

Nah, karena arahan Google Map berakhir di lapangan desa, kami pun bertanya ke salah satu warga mengenai jalan akses menuju Lembah Ollon dan kawasan yang boleh kami tempati untuk camping. Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan menuju lokasi camping dengan berjalan kaki. Jalanan menuju lokasi camping melalui sebuah sekolah dasar yang ada di samping desa. Jalanannya ternyata juga sedang proses pengecoran. Sepertinya harus update proyeknya ini, kalau semua jalanan sudah selesai pengecoran pasti perjalanan ke Desa Ollon ini lebih mudah.

Sekolah Dasar Kecil 357 Ollon terdiri atas beberapa kelas, ruang perpustakaan, toilet, dan ada gazebo di ujung lapangan yang pemandangannya langsung mengarah ke Sungai Sadang.

Berjalan menyeberangi lapangan SD, melewati gazebo, dan menyusuri jalan setapak, akhirnya kami tiba di sebuah bukit kosong yang menurut kami cukup ideal untuk dijadikan spot camping. Vegetasi di perbukitan serba coklat karena musim kemarau. Jarang ada pepohonan di perbukitan ini. Namun kami banyak menemui jejak kotoran kerbau di sepanjang jalan menuju perbukitan. Bahkan di atas bukit pun banyak juga. Ternyata di kejauhan kami lihat banyak kerbau dilepaskan untuk mencari makan di perbukitan dengan rumput-rumputnya yang mengering. Ada pula beberapa ekor kuda yang tengah merumput di pinggiran aliran sungai.

Desa (Wisata) Ollon

Setelah 3 jam perjalanan dari Makale, Tana Toraja, sampailah kami di Desa Ollon. Ya, memang perjalanan kami cukup lama untuk jarak tempuh yang kurang lebih 50 km. Proyek pengecoran jalan yang belum selesai menjadi penyebab utamanya. Sehingga kendaraan kami harus melaju pelan menyusuri jalanan tanah berbatu yang berkelok melewati perbukitan. Namun sama seperti yang orang-orang katakan, tempat yang indah itu penuh tantangan untuk mencapainya, jadi inilah Desa Ollon, yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan namun memiliki panorama yang begitu menawan.

Ketika Matahari Terbenam, Bulan pun Terbit

Setelah berhasil mendirikan tenda, kami bersiap untuk merebus air sembari mengumpulkan kayu untuk api unggun. Ya, cukup lama kami berkutat dengan tenda karena angin sore itu sangat kencang dan tanah di bukit itu yang berbatu dan sangat keras, kami sempat kewalahan dalam mendirikan tenda di atas bukit itu. Namun pemandangan yang terhampar 360 derajat di sekeliling kami menjadi oase yang menyegarkan. Suara aliran sungai yang beradu dengan angin dan matahari yang bergerak turun, sembunyi di balik perbukitan menampilkan panorama golden hour yang menakjubkan.

Seiring langit jingga yang meredup, bintang-bintang mulai menampakkan kerlipnya. Disusul bulan yang mulai terbit dari balik bukit di belakang kami.

Mandi Cahaya Rembulan

Tak banyak bintang yang dapat dilihat karena cahaya bulan begitu benderang. Di kawasan yang tak banyak polusi cahaya seperti di Lembah Ollon ini, cahaya bulan mampu menerangi malam bahkan begitu benderangnya, kami masih bisa melihat dengan jelas panorama di sekeliling kami. Matras pun kami keluarkan dari tenda dan kami gunakan untuk merebahkan badan kami menikmati pemandangan yang tak bisa kami nikmati di Balikpapan. Membuatku teringat semasa kecil, kami biasa "dhadhar" atau duduk-duduk, rebahan, bahkan tidur di halaman rumah dengan menggunakan tikar sambil memandang langit yang bertabur bintang ataupun saat bulan menerangi malam di desa kami yang waktu itu belum terjamah listrik PLN. Ya, ini vibe yang langka untuk bisa dinikmati di zaman sekarang, setidaknya bagi kami yang tinggal di kawasan permukiman padat penduduk dengan banyak polusi cahaya.

Rebahan di atas bukit, dengan gemuruh aliran air sungai di bawah kami yang semakin terdengar keras seiring malam semakin larut. Kali ini hembusan angin justru sudah tidak terasa. Padahal sore tadi angin begitu kencang. Kami pun lanjut menikmati rebahan di bawah langit malam yang begitu terang benderang. Dan karena memang sinyal agak sulit di kawasan ini, membuat kami fokus menikmati suasana malam itu. Sempat datang serombongan pemuda ke arah kami yang juga sedang mencari spot untuk camping yang akhirnya mereka mendirikan tenda tak jauh dari kami.

Tak terasa aku sempat terlelap sekejap saat rebahan di bawah langit malam yang benderang. Kalau saja bukan karena suara ribut anjing yang mengais bekas tempat makan kami, yang membuatku terkejut dan cahaya bulan yang semakin menyilaukan karena posisi bulan benar2 tegak lurus bak matahari di tengah hari, akhirnya aku pun memutuskan untuk tidur di dalam tenda dan mengakhiri mandi cahaya bulan kali ini.

Mengejar Sunrise

Pukul 05:30. Suasana sudah mulai terang, namun matahari belum terbit. Kabut pun tidak tampak, mungkin efek dari musim kemarau. Menurut perkiraan waktu terbit matahari saat itu di sekitar jam 06:10 WITA, masih sempat untuk mempersiapkan kamera, tripod dan drone. Dan aku tidak berpindah spot untuk mengabadikan momen sunrise karena drone ku cukup fleksibel dan mudah dikontrol untuk mencari angle terbaik saat sunrise. Dari aplikasi TPE yang sempat kuakses saat awal sampai di bukit ini, posisi sunrise benar-benar di belakang kami. Artinya matahari akan muncul dari balik bukit. Ini bakal jadi pemandangan yang epik karena saat menghadap timur, matahari akan muncul dari balik bukit dan saat menghadap ke barat, bukit-bukit di seberang sungai akan menyala disinari cahaya matahari terbit.

Dan momen yang ditunggu pun datang dengan indahnya. Seketika, hawa dingin malam mulai menghangat dan panorama perbukitan di sekitar Lembah Ollon mulai terang. Perbukitan yang tertutup rumput yang mengering, dengan beberapa pohon-pohon perdu yang tak terlalu tinggi membuatku berpikir, pasti sangat indah panorama Lembah Ollon ini di musim penghujan, bukit-bukit berjajar menjulang yang menghijau terbelah oleh sungai yang berkelok. Namun pemandangan kali ini tetap spektakuler dan membuatku bersyukur bisa menikmatinya secara langsung. Next time, aku mau camping lebih lama di sini😁.